Pages

Jumat, 05 Agustus 2011

Jurnal Menuju Kebahagiaan


Detak jantung seorang anak terasa begitu kencang saat Ia terbangun dari mimpinya. Tentu saja, tak mungkin anak itu bermimpi akan sesuatu yang menyenangkan. Dia bernama Pipo, seorang anak berperawakan kecil, kurus, dan berkulit hitam. Ia hidup di dalam sebuah suku yang penuh dengan kebodohan. Tersebut begitu karena warga suku itu masih percaya akan tahayul, akan adanya roh nenek moyang, dan percaya akan adanya sebuah kebahagian jika mereka mampu memberi pengabdian secara utuh kepada Dewa, dengan mengorbankan nyawanya sendiri. Itulah yang dimimpikan oleh Pipo, karena hidupnya menderita, dan ia putus asa, Ia akan melakukan apapun untuk memperoleh kebahagiaannya. Tetapi tidak, itu semua hanya mimpi. Pipo tidak percaya akan kebodohan-kebodohan itu. Hidup di dalam suku itu, lama-kelamaan membuat Pipo merasa jenuh dan muak akan semua tradisi yang selalu dilihatnya setiap hari, bahkan orang tua dan saudaranya pun percaya akan semua hal itu. Dia ingin keluar dari kehidupan itu, mencari kehidupan yang sesungguhnya, kehidupan yang membawanya kepada hal-hal yang nyata, hal-hal yang sebenarnya. Dari sinilah kisah ini bermula.
“Pipo, cepatlah engkau berdoa kepada Dewa!”
              “Aku tak mau Bu! Itu seperti orang bodoh saja.”
“Engkau ini! Dewa akan menghukummu nak! Saat itu, Ibu tak kan bisa membantumu.”
              “Biarkan saja bu, aku tak percaya akan adanya Dewa. Itu hanya tahayul.

Pipo selalu saja menolak ajakan ibunya untuk menyembah kepada Dewa. Bahkan seringkali ia mendapat pukulan dari ibunya.
Malam telah datang, saat itu ia sedang berada di dalam sebuah kedai minuman yang biasa digunakan orang-orang untuk bersenang-senang dan mabuk-mabukan. Pipo datang ke tempat itu untuk mencari Ayahnya, ia adalah salah satu pelanggan berat kedai minuman itu. Tidak bertemu dengan ayahnya, lantas ia pulang, tetapi di tengah perjalan ia bertemu dengan seorang pria tua yang sedang sekarat entah kenapa. Saat Pipo hendak menolong, tiba-tiba pria tua itu memberikan sebuah buku tua dan berkata, “Kau adalah anak yang terpilih, gunakan dengan bijak.”
              Di rumah, ia memikirkan orang tua tadi, apa maksud dari kata-kata orang tua itu. Dia juga bingung, kenapa saat ia memanggil warga untuk meminta bantuan, tak seorangpun mau membantu. Mereka justru melihat kematian pria tua tadi dengan senyum sinis. Dan jasatnya, tak diperlakukan secara semestinya, setelah badannya dibakar, kepalanya dipotong dan dibuang ke dalam sumur tua tempat pemujaan yang selalu dilakukan oleh warga. Dia berfikir, siapa pria tua itu, tiba-tiba hembusan angin dari lubang dalam rumahnya membuatnya menuju akan sebuah buku yang diberikan oleh pria tua itu, tetapi waktu sudah terlalu malam, ia tak kuat menahan rasa kantuknya.
              Pagi harinya, terdengar bunyi lonceng sebanyak tujuh kali. Itu pertanda akan ada seorang Laki-laki yang akan mengabdikan dirinya kepada Dewa untuk memperoleh kebahagiaan. Hal ini membutuhkan waktu upacara yang sangat lama, dan harus dihadiri oleh seluruh warga suku tanpa terkecuali. Seluruh aktifitas di dalam suku  terhenti seketika untuk melakukan upacara itu. Pagi, siang, sore, malam, akhirnya upacara selesai. Seluruh warga pulang ke rumah masing-masing. Pipo merasa lelah, dia ingin tidur, tetapi ia teringat untuk membuka buku tua itu. Rasa penasaran masih menghantui Pipo, tetapi ia lebih memutuskan untuk tidur.
              Dalam tidurnya, ia mendengar suara-suara yang membisikan namanya. Ia sangat terganggu lalu terbangun. Saat ia mencoba tidur, lagi-lagi ia mendengar suara-suara itu. Ia terbangun lagi. Dia bingung apa yang harus ia lakukan. Ingatannya kembali menuju pada pria tua yang ditemuinya malam itu. Tentu saja buku itu lah yang masih menjadi misteri. Perlahan-lahan ia mengambil buku itu, kemudian ia duduk di atas tempat tidurnya dan mengenakan selimut untuk menutupi dirinya, agar tak ada seorangpun yang tau.
              Dengan perlahan Pipo membuka pembungkus buku itu, dan membersihkan sampul buku yang sangat berdebu. Tertulis sebuah judul buku dengan bahasa asing, “The Journal To The Real Happiness”. Pipo tak mengerti apa maksud dari tulisan itu, tetapi ia mencoba untuk membacanya. Walau ia terbata-bata, ia berhasil membaca judul buku tadi, dan ia merasa ada sesuatu yang aneh telah terjadi setelah ia selesai membaca, tetapi tak terlalu ia pedulikan, karena ia berfikir jika buku itu dapat membuatnya hidup di alam yang nyata, ia akan melakukan apapun untuk mewujudkannya. Dengan bimbang dan sedikit rasa takut akhirnya ia memutuskan untuk membuka buku itu. Suara angin membuat bulu kuduknya berdiri. Burung-burung pun bersuara secara misterius tengah malam itu. Alunan melody mengerikan terdengar semakin keras. Perlahan, dan sangat perlahan, ia membukanya, saat itu.. “hah!!” ia kaget setengah mati membaca tulisan yang terdapat di dalamnya, karena tulisan dalam buku itu adalah..”Heh! Cerpen’e wis rampung cuy! Uyee.. ^.^”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar